Hujan, Aku Rindu.

Orion Queen
2 min readOct 11, 2018

--

Aku merindukan Hujan.

Jika kau membaca semua tulisanku, kau pasti tahu aku pernah menulis tentangnya, untuknya.

Hujan, keping-kepingmu tak bisa lagi aku raih. Angin sudah membawamu lebih jauh lagi dariku. Jiwamu sudah mengabur bersama udara yang tak dapat lagi aku hirup. Aku menepis semua ingatan yang mulai kabur ini, meyakinkan diriku bahwa kau pernah nyata. Bahwa, kau pernah ada, berlarian mengembara di otakku sebelum lenyap ditempa takdir. Keadaan memang tak pernah berpihak pada kita, bukan? Waktupun belum tentu memihak, toh ia memisahkan juga.

Tapi, belum tahu nanti? Esok? Suatu saat? Mungkin ia akan membawamu kembali kepadaku. Siapa tahu? Toh, doaku tak pernah henti.

Tapi, Hujan, apa kau membaca tulisan-tulisanku? Tahukah bahwa Hujan itu kamu? Tahukah bahwa sesaat denganmu bisa menggantikan semua waktu yang kuhabiskan menangisi masa lalu? Aku yakin kau tak tahu. Pun, aku tak pernah memberitahumu kecuali ucapan terima kasih itu. Aku mengucapkannya di detik-detik terakhir sebelum kau pergi, kau sempat bertanya “Untuk apa?”

Untuk semuanya.

Untuk menjadikan aku mengerti bahwa luka yang akan menjadikanku tumbuh, bahwa sakit yang akan membawaku pada damai, dan bahwa orang yang paling pantas untuk mendapatkan cinta dariku adalah diriku sendiri. Kau berhak tahu, Hujan, bahwa kau mengubahku — tanpa kau sadari. Tanpa kusadari.

Aku bisa saja berlari menghambur kepadamu saat ini, atau malam ini, atau esok pagi, atau kapanpun yang aku mau. Hanya satu buah tiket kereta api yang aku butuhkan untuk bisa bersamamu. Tapi siapa aku? Aku bukanlah seseorang yang membuatmu rela membeli waktu. Semuanya sudah usai di matamu — atau tidak? Aku tak tahu siapa aku bagimu. Mungkin cerita ini masih akan bersambung sampai aku yakin bahwa sebenarnya, kita tidak pernah punya cerita bahkan untuk dimulai sekalipun.

Hujan, apa kau pernah berniat untuk turun lagi? Untuk menyapaku sekali lagi dan membuat semuanya sedikit bisa teratasi? Aku sudah pernah bilang, aku rela basah kuyup, jika Hujan itu kamu. Aku rela mencuri sedikit takdir dan memberikannya kepadamu.

Suatu saat, jalan kita akan bertemu di suatu titik. Aku yakin. Saat angin berembus dingin, saat kabut menutupi hiruk pikuk kota, saat keramaian menjadi kelabu, saat rintik hujan mengusir debu — saat itu kita akan bertemu, berjabat tangan, dan kau akan bilang “Aku mengenalmu,”. Matamu akan menembus retinaku dan semua pertahananku akan runtuh begitu saja. Hujan, semoga kau menyisakan sedikit takdirmu untuk bertemu denganku. Sekali saja, jika kau tak keberatan. Aku akan mengatakan semua yang kau berhak tahu.

Kau berhak tahu, dan kau harus tahu, bahwa kau Hujanku.

--

--

Orion Queen

ENFP. personal blog— almost a diary. passionate about words, a constant writer of poetry . Indonesian.