Manusia-Manusia Hampa

Orion Queen
2 min readJan 17, 2019

--

Aku adalah sesuatu yang tidak kurasa, namun kujalani. Pada pagar moralku aku memahami dan memaklumi, sekaligus menghakimi dalam hati. Kenyataan sudah pasti setia pada indera, namun terdistorsi oleh kawanan jiwa yang tanpa makna. Dunia menyempit, aku terhimpit. Kepingan ingatan yang kusimpan rapat-rapat menjadi kabur karena kepalaku sudah melebur menjadi semesta tak berpenghuni. Menghambur pada realita yang tak ingin kuyakini.

Hujan menderu namun tak membasahi, aku hanya mendengarnya dari dalam rumahku yang beratap genting. Walaupun begitu, aku masih kerap berkata bahwa ia menghujaniku. Aku berbohong, betapa bodoh. Seberapa banyak kebohongan kecil yang kubuat, yang kupikir hanya wajar? Namun sadar tak lantas menjadikanku bijak. Kata-kata yang bermunculan sendiri dalam kepalaku membuat pening tak keruan, mustahil untuk kuabaikan. Aku berusaha untuk bungkam sekalipun dunia ini memohon penjelasanku. Aku hanya sedang tak ingin berbicara.

Aku tertimbun oleh akal sehat, di sela-sela reruntuhan takdir yang bergejolak. Di antara cawan mimpi dan lamunan yang masih hangat oleh secangkir kopi di sore hari. Aku terhenyak sesaat, memandangi genangan hitam dengan uap yang mengepul, tak peduli aromanya sangat sakti. Bahkan cintaku kepada pahit melebihi cintaku kepada manusia-manusia hampa ini. Kau tahu hampa? Kosong? Seperti sungai yang tak mengalir karena musim kemarau. Menggenang oleh kotoran yang diantarkannya sendiri.

Teka-teki ini semakin menuntunku pada imaji yang fana, menyuarakan khayal yang mustahil didengar. Tapi aku tetap saja akan mengatakannya. Bodoh memang, tapi di dunia ini aku memang hanya bisa jadi orang bodoh. Kita semua begitu karena, ah, tahu apa kita? Justru dunia ini yang lebih tahu tentang kita — manusia-manusia hampa. Suara-suara yang nyaring tak lantas terdengar klise, hanya tidak begitu penting. Aku hanya ingin mendengar dengan benar bisikan-bisikan yang hadir tanpa ingin diperhatikan, namun larung oleh samudera terdalam, seolah-olah menyimpan banyak arti tanpa ingin diketahui.

Sekali lagi aku larut dalam lamun, beberapa menit sebelum senja menjemput. Kopiku habis oleh waktu dan sajak, menunggu gelas-gelas lain yang akan terisi kosong karena penuh udara. Mengejar arti yang tak perlu dicari, menunggu hidup yang hanya butuh dihirup. Ah, semu. Hanya abu-abu, hanya kabut, hanya asap yang melepaskan debu. Setidaknya aku pernah berpikir — di dunia ini, setidaknya aku pernah mampir.

--

--

Orion Queen

ENFP. personal blog— almost a diary. passionate about words, a constant writer of poetry . Indonesian.